Ketika seorang tertanggung menerima pembayaran kompensasi dari pihak ketiga, sering kali muncul pertanyaan mengenai dampaknya terhadap klaim asuransi yang diajukan. Artikel ini membahas prinsip-prinsip hukum yang mengatur situasi tersebut, dengan mengangkat contoh kasus nyata yang umum terjadi di lapangan.
Contoh Kasus: Dilema yang Sering Terjadi
Bayangkan Anda mengalami kecelakaan lalu lintas. Pengemudi yang bersalah menawarkan sejumlah uang sebagai bentuk tanggung jawab, dan Anda menerimanya. Namun, biaya perbaikan kendaraan Anda ternyata jauh melebihi nilai yang diberikan. Anda pun mengajukan klaim ke perusahaan asuransi berdasarkan polis komprehensif yang dimiliki. Namun, Anda justru diberitahu bahwa nilai kompensasi dari pihak ketiga akan dikurangkan dari nilai klaim yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi.
Praktik pengurangan seperti ini, meskipun mengejutkan bagi sebagian pemegang polis, sebenarnya berakar pada prinsip-prinsip hukum dan kontraktual dalam dunia asuransi.
Asuransi sebagai Perjanjian: Landasan Hukum
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU Perasuransian”), asuransi didefinisikan sebagai perjanjian antara Penanggung dan Pemegang Polis. Artinya, hubungan antara perusahaan asuransi dan tertanggung didasarkan pada perikatan hukum yang diatur secara eksplisit dalam polis asuransi.
Segala hak dan kewajiban para pihak ditentukan oleh ketentuan dalam polis tersebut.
Prinsip Subrogasi dan Indemnitas
Praktik pengurangan kompensasi dari pihak ketiga umumnya didasarkan pada dua prinsip hukum utama:
- Subrogasi
Merupakan hak hukum yang melekat pada penanggung (perusahaan asuransi) setelah membayar klaim. Melalui subrogasi, penanggung berhak menggantikan posisi tertanggung untuk menuntut ganti rugi kepada pihak ketiga yang menyebabkan kerugian. - Prinsip Indemnitas (Ganti Rugi, Bukan Keuntungan)
Tujuan utama asuransi adalah mengembalikan posisi keuangan tertanggung ke kondisi sebelum terjadi kerugian, bukan untuk memberikan keuntungan. Prinsip ini mencegah adanya double recovery, yaitu tertanggung menerima dua kali pembayaran atas satu kerugian yang sama.
Jika sebagian kerugian telah dibayar oleh pihak ketiga, maka penanggung pada dasarnya hanya berkewajiban menanggung sisa kerugian yang belum terbayar, sepanjang hal tersebut memang ditegaskan dalam isi polis.
Sudut Pandang Regulasi: Keadilan dan Transparansi
Pasal 31 UU Perasuransian secara tegas mengatur bahwa setiap perusahaan asuransi wajib menangani klaim dengan cepat, sederhana, dapat diakses, dan adil, serta menjunjung transparansi dan itikad baik.
Apabila perusahaan asuransi menerapkan pengurangan tanpa dasar hukum atau ketentuan dalam polis yang jelas, maka dapat dianggap melanggar kewajiban kontraktual dan regulasi. Regulasi secara prinsip juga melarang perusahaan asuransi melakukan praktik yang memperlambat atau mempersulit proses penyelesaian klaim, seperti meminta dokumen yang tidak relevan atau menunda pembayaran tanpa alasan yang sah.
Rekomendasi bagi Pemegang Polis
Agar tidak dirugikan dalam situasi seperti ini, berikut beberapa langkah proaktif yang dapat diambil oleh pemegang polis:
- Telaah Isi Polis
Periksa secara cermat ketentuan mengenai “subrogasi,” “koordinasi manfaat,” atau “asuransi ganda” dalam dokumen polis. - Minta Penjelasan Tertulis
Apabila terjadi pengurangan nilai klaim, minta penjelasan resmi secara tertulis dari perusahaan asuransi yang merujuk pada klausul spesifik dalam polis. - Konsultasikan dengan Ahli Hukum
Jika penjelasan asuransi tidak memadai atau pengurangan terlihat sepihak, sebaiknya konsultasikan kepada pengacara yang memiliki keahlian di bidang hukum asuransi.
Hak Klaim Tetap Berlaku, Asalkan Sesuai Ketentuan
Penerimaan kompensasi dari pihak ketiga tidak secara otomatis membatalkan hak klaim kepada perusahaan asuransi. Semua bergantung pada isi dan penafsiran dari polis asuransi yang bersangkutan.
Di tengah perkembangan fokus regulasi yang semakin menekankan perlindungan konsumen dan transparansi, penting bagi seluruh pihak—baik perusahaan asuransi maupun tertanggung—untuk memastikan bahwa perjanjian polis disusun dan dijalankan secara adil dan jelas.
Bagi profesional hukum, hal ini menjadi pengingat bahwa peran kita sangat penting dalam menafsirkan dan menegakkan kontrak asuransi secara adil, serta melindungi hak-hak pihak tertanggung.
